CONTOH KASUS PELANGGARAN UU ITE DAN SYBER CRIME
Waspadai Penipuan bermodus E-mail Phising
Dalam era informasi sekarang ini, penyalahgunaan data
sering kali terjadi oleh pelaku kejahatan, seperti penyalahgunaan data mengenai
rekening perbankan. Untuk itu, kita seharusnya waspada dan mengenali
praktek-praktek kejahatan yang terjadi agar terhindar dari kerugian. Salah
satunya adalah E-mail Phising.
Di zaman sekarang, orang sudah akrab dengan yang
namanya e-mail. Dari usia muda (anak-anak) sampai usia tua pun sudah mengenal
e-mail. Banyak fasilitas yang dapat diperoleh dari penggunaannya, misalnya
mengirim pesan, foto, atau aplikasi dalam hitungan detik atau menit. Tapi,
penggunaan e-mail dapat pula membuat kita mengalami kerugian seperti kehilangan
uang dalam kasus E-mail Phising.
Phising adalah tindakan memancing atau mengelabui
seseorang untuk memperoleh informasi pribadi seperti User ID, PIN, nomor
rekening bank, nomor kartu kredit secara tidak sah. Informasi ini kemudian
dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mengakses rekening seseorang, menarik
atau mentransfer sejumlah uang ke rekening pelaku, atau melakukan belanja
online dengan menggunakan kartu kredit orang lain. Berbagai cara ditempuh untuk
mewujudkan keinginan pelaku, yang paling sering adalah mengiming-imingi
seseorang dengan hadiah, membuat email dan website palsu yang menyerupai email
dan website bank yang asli.
Phising sendiri berasal dari kata “fishing” berarti
memancing. Phising dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti lewat telepon,
chating, termasuk e-mail. Pelaku Phising (disebut pula “phiser”) biasanya
mengajak atau menggiring seseorang dari e-mail untuk masuk ke website tertentu.
Oleh karena itu, biasanya dalam e-mail phising terdapat link ke website
tertentu.
Website tersebut akan meminta seseorang untuk
memasukkan data pribadi, seperti User ID, password, PIN, nomor kartu kredit,
nomor rekening, tanggal lahir, atau nama ibu kandung. Kemudian, data-data yang
diperoleh akan digunakan oleh pelaku phising untuk melakukan tindak penipuan
pada website bank yang asli.
Aksi Pelaku E-mail Phising :
Para pelaku kejahatan ini (“phiser”) bisa dikatakan
sebagai “pencuri” yakni pencuri data pribadi dan uang orang lain, pada umumnya
menggunakan e-mail atau website untuk memancing korbannya.
Pelaku mencari korban atau nasabah yang diketahui
sering atau pernah melakukan transaksi online melalui website perbankan.
Kemudian, si pelaku membuat alamat e-mail palsu atau e-mail jebakan yang mirip
dengan alamat e-mail resmi dari perbankan. Biasanya e-mail mereka berupa
iming-iming hadiah atau meminta seseorang untuk memasukkan data pribadi pada
form yang disediakan dalam suatu website dengan alasan untuk verifikasi ulang.
Si pelaku membuat website palsu yang dirancang sedemikian rupa sehingga mirip
dengan website aslinya. Pelaku seringkali memanfaatkan logo atau merk milik
bank atau penerbit kartu kredit agar lebih meyakinkan si korban.
Nasabah yang tertipu akan login ke dalam website palsu
dan mulai mengisi informasi penting mengenai data pribadi, seperti nomor kartu
kredit, PIN, nomor rekening, password, tanggal lahir, atau nama ibu kandung. Si
korban merasa telah mengunjungi website asli bank yang ia gunakan yang tidak
lain website palsu. Data pribadi tadi telah dimiliki oleh pelaku phising dan
akan digunakanannya untuk mengakses rekening atau kartu kredit korban. Korban
yang tertipu baru akan menyadari penipuan saat ia menerima surat pernyataan
dari bank atau penerbit kartu kreditnya.
Berikut ini urutan kejadian dari kejahatan e-mail
phising, dan diharapkan pembaca memahami untuk mewaspadai dan menghindari
praktek kejahatan seperti ini.
1. Pertama kali
Para pelaku phising ini biasanya mencari informasi
awal tentang nasabah bank yang cukup lengkap, termasuk alamat e-mail nasabah
tersebut. Si pelaku membuat alamat e-mail dan website yang mirip dengan alamat
e-mail dan website asli dari bank.
2. Menyebarluaskan e-mail
Pelaku phising mengirim e-mail ke alamat e-mail
nasabah bank. E-mail tersebut berisikan pesan yang meyakinkan korban bahwa
pesan tersebut dari bank resmi. Lalu, korban diarahkan ke website jebakan yang
mirip dengan website bank yang asli dengan cara mengklik link yang disertakan
dalam e-mail. Pesan tersebut dapat berupa informasi bahwa nasabah telah
memenangkan undian berhadiah, untuk itu nasabah diminta untuk verifikasi data
pribadi lewat website yang ditunjuk. Pesan dapat pula berupa permintaan untuk
kembali mengisi data pribadi dengan alasan sistem elektronik bank baru
mengalami gangguan atau perbaikan, terkadang disertai ancaman misalnya dalam
jangka waktu 48 jam jika nasabah tidak melakukan pengisian ulang data pribadi
maka rekening nasabah akan diblokir oleh bank.
3. Login
Korban yang mengklik link yang tertera dalam e-mail
dan setelah itu masuk ke website jebakan. Agar lebih meyakinkan, korban diminta
untuk melewati prosedur resmi dengan membuat username dan password yang baru
agar dapat login ke website jebakan tersebut. Kemudian, muncul form yang
meminta korban untuk mengisi ulang beberapa informasi mengenai data pribadi misalnya
nomor kartu kredit dan PIN.
4. Penyalahgunaan
Data pribadi korban yang bersifat rahasia, sekarang
sudah diketahui oleh pelaku phising. Dengan informasi penting yang didapatnya,
ia dapat masuk ke website resmi bank. Kini pelaku bisa mentransfer uang korban
ke rekening pelaku. Bahkan, Pelaku dapat menggunakan kartu kredit korban untuk
membayar tagihah-tagihan pribadinya, termasuk berbelanja online.
5. Sadar menjadi korban
Si Korban akan sadar kalau rekening atau kartu
kreditnya telah dibobol setelah menerima surat pernyataan dari bank, atau
menemukan sendiri rekeningnya telah kosong.
Cara menghindari penipuan dengan modus
E-mail Phising :
- Waspada jika menerima e-mail yang meminta
informasi pribadi Anda, seperti nomor rekening, nomor kartu kredit, PIN apalagi
pelaku mengaku dari Bank. Bank biasanya memiliki kebijakan untuk tidak
membolehkan nasabah mengisi data pribadi lewat e-mail. Jika menerima
e-mail seperti ini, segera laporkan kepada Bank yang bersangkutan.
- Waspada jika menerima e-mail yang meminta Anda
untuk melakukan transfer uang ke rekening tertentu, dengan tujuan
mendapatkan hadiah undian dari Bank tertentu. Sebaiknya cari keterangan
lengkap dengan cara menghubungi langsung Bank yang bersangkutan.
- Sebaiknya secara rutin mengganti password atau PIN
agar tidak mudah dicuri.
- Tiap kali masuk halaman website, perhatikan
dengan seksama isi dan alamatnya. Usahakan kenali alamat website asli dari
bank yang diajak bertransaksi. Jangan terpancing oleh keberadaan logo bank
di website tersebut, karena logo bank mudah dicopy. Cara yang terbaik
adalah menghubungi langsung bank yang bersangkutan untuk mengecek
kebenaran website tersebut agar Anda tidak tertipu.
- Waspada jika Anda menerima e-mail yang meminta
PIN Anda. Pada umumnya, Bank tidak meminta PIN nasabah dengan alasan
apapun. Sebaiknya cari keterangan lengkap dengan cara langsung menghubungi
Bank yang bersangkutan.
Penegakan hukum :
Ketentuan hukum yang mengatur tentang phising sampai saat ini belum ada, tetapi tidak berarti perbuatan tersebut dapat dibiarkan begitu saja. Perbuatan penipuan dengan modus Phising tetap dapat dijerat dengan berbagai peraturan yang ada, diantaranya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008. Perbuatan penipuan tersebut memenuhi unsur pidana pasal 28 ayat 1, dan pasal 35. Berikut petikan isi pasal-pasal tersebut.
Pasal 28 ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Tindakan penipuan oleh pelaku phising jelas dilakukan dengan cara menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga konsumen (nasabah bank) menderita kerugian dalam transaksi elektronik perbankan. Dalam menjalankan aksinya, pelaku phising menciptakan informasi elektronik seperti mengirim pesan dalam bentuk e-mail ke para nasabah yang seolah-olah asli (otentik) dari bank yang resmi.
Bagi pelaku phising akan dikenai pidana penjara sesuai unsur pidana yang terpenuhi yang tercantum dalam pasal 45 ayat 2 untuk pasal 28 ayat 1, pasal 51 ayat 1 untuk pasal 35. Berikut petikan isi pasal tersebut.
Pasal 45 ayat 2
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 51 ayat 1
Ketentuan hukum yang mengatur tentang phising sampai saat ini belum ada, tetapi tidak berarti perbuatan tersebut dapat dibiarkan begitu saja. Perbuatan penipuan dengan modus Phising tetap dapat dijerat dengan berbagai peraturan yang ada, diantaranya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008. Perbuatan penipuan tersebut memenuhi unsur pidana pasal 28 ayat 1, dan pasal 35. Berikut petikan isi pasal-pasal tersebut.
Pasal 28 ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Tindakan penipuan oleh pelaku phising jelas dilakukan dengan cara menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga konsumen (nasabah bank) menderita kerugian dalam transaksi elektronik perbankan. Dalam menjalankan aksinya, pelaku phising menciptakan informasi elektronik seperti mengirim pesan dalam bentuk e-mail ke para nasabah yang seolah-olah asli (otentik) dari bank yang resmi.
Bagi pelaku phising akan dikenai pidana penjara sesuai unsur pidana yang terpenuhi yang tercantum dalam pasal 45 ayat 2 untuk pasal 28 ayat 1, pasal 51 ayat 1 untuk pasal 35. Berikut petikan isi pasal tersebut.
Pasal 45 ayat 2
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 51 ayat 1
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Sony Corp vs Sony AK
Somasi dari Sony Corp kepada pengelola Sony-AK.com
yakni Sony Arianto Kurniawan tentang kemiripan nama domain Sony-AK.Com dengan
merek “Sony” terjadi beberapa saat yang lalu. Sebagai perusahaan raksasa di
dunia, Sony Corp telah berkiprah lama sehingga produknya dikenal banyak orang
di dunia. Sony Corp tentu ingin menjaga citra merek “Sony”. Oleh karena itu,
ketika ada nama domain yang mirip dengan merek “Sony” dan membahas seputar
Teknologi Informasi apalagi menjadi Knowlegde Center dianggap dapat menimbulkan
persepsi yang keliru bagi pengunjung internet sebagai bagian situs resmi dari
Sony Corp, padahal kenyataannya tidak demikian.
Ditinjau dari nama domain “Sony-AK.com” memang dapat menimbulkan persepsi yang keliru karena AK merupakan singkatan yang dapat memiliki kepanjangan yang dipersepsikan berbeda oleh pengunjung situs itu, mungkin ada pengunjung yang menganggap AK adalah singkatan nama suatu negara. Hal ini tidak akan menimbulkan persepsi yang keliru bila nama domain yang digunakan seperti “Sony-Ari-Kur.com”
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diatur mengenai kepemilikan nama domain dan penggunaannya. Dalam Pasal 23 dinyatakan bahwa:
Ditinjau dari nama domain “Sony-AK.com” memang dapat menimbulkan persepsi yang keliru karena AK merupakan singkatan yang dapat memiliki kepanjangan yang dipersepsikan berbeda oleh pengunjung situs itu, mungkin ada pengunjung yang menganggap AK adalah singkatan nama suatu negara. Hal ini tidak akan menimbulkan persepsi yang keliru bila nama domain yang digunakan seperti “Sony-Ari-Kur.com”
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diatur mengenai kepemilikan nama domain dan penggunaannya. Dalam Pasal 23 dinyatakan bahwa:
1. Setiap penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain
berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
2. Pemilikan dan penggunaan
Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad
baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak
melanggar hak Orang lain.
3. Setiap penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan
Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan
pembatalan Nama Domain dimaksud.
Dalam Pasal 23 ayat (2) secara tegas
dinyatakan bahwa pemilikan dan penggunaan Nama Domain harus didasarkan iktikad
baik. Hal ini berarti bahwa kemiripan nama domain bukan satu-satunya ukuran
untuk men-klaim bahwa terjadi suatu pelanggaran hukum, tetapi harus dilihat
pula bagaimana penggunaan nama domain tersebut. Penggunaan nama domain bertitik
tolak pada isi atau content yang dimuat dalam nama domain tersebut. Apakah
content-nya dapat memperlemah tingkat pencitraan suatu merek produk tertentu?
Meskipun suatu nama domain yang menyerupai nama merek produk tertentu tidak
berisikan content yang menjelekkan merek tersebut, tetapi perlu diperhatikan
pula seberapa tingkat pencitraan baik suatu merek dipengaruhi oleh isi suatu
nama domain? Ketika pencitraan yang dimunculkan tidak memenuhi standar
pencitraan dari perusahaan merek tersebut tentu akan mempengaruhi penjualan
produknya di pasaran. Pencitraan merek merupakan salah satu strategi dalam
meraih keunggulan kompetitif.
Langkah yang tepat sudah dilakukan oleh pengelola Sony-AK.com dengan menjawab somasi pihak Sony Corp seperti dikutip dalam situs detikinet.com:
Saya sudah menerima e-mail mengenai keberatan pengunaan nama domain sony-ak.com. Sebelumnya saya ingin menyampaikan beberapa poin mengenai domain tersebut.
Langkah yang tepat sudah dilakukan oleh pengelola Sony-AK.com dengan menjawab somasi pihak Sony Corp seperti dikutip dalam situs detikinet.com:
Saya sudah menerima e-mail mengenai keberatan pengunaan nama domain sony-ak.com. Sebelumnya saya ingin menyampaikan beberapa poin mengenai domain tersebut.
1. Domain sony-ak.com saya
daftarkan karena berawal dari nama saya "sony" dari Sony nama depan
saya, "-ak" merupakan singkatan dari nama belakang saya "Arianto
Kurniawan".
2. Domain tersebut sudah
saya daftarkan sejak July 28, 2003 (www.whois.sc/sony-ak.com)
3. Saya mengisi sony-ak.com
dengan tulisan-tulisan saya pribadi, karena kompetensi saya di bidang IT dan
saya hobby menulis, dan saya suka knowledge sharing maka saya menulis segala
sesuatu mengenai IT pada domain tersebut.
4. Situs sony-ak.com saya
beri label Sony AK Knowledge Center karena sebagai media knowledge sharing saya
pribadi dengan semua pembaca online di seluruh dunia
5. Sony AK Knowledge Center
mengandung kata SONY tapi Sony AK Knowledge Center bukanlah MEREK.
6. Sony AK Knowledge Center
tidak berbadan hukum dan saya juga tidak ada niat untuk membuat badan hukum
atas label tersebut.
7. Sony AK Knowledge Center
juga bukan organisasi dan tidak mendapat profit apa-apa.
8. Sony AK Knowledge Center
juga tidak berhubungan dengan produk-produk "SONY Corporation"
Jepang, walaupun di surat Anda menyebutkan bahwa usaha kelas 41 (seputar
pendidikan) mungkin bersinggungan dengan konten kita, tapi saya dari dalam hati
tidak ada niat sedikitpun untuk sengaja "mendompleng" nama SONY
Corporation.
9. Saya juga tidak ada niat
untuk membuat bingung para audience dengan menanggapi
10. Saya tidak melakukan
promosi apapun sejak situs ini berdiri tahun 2003, paling-paling semua berawal
dari internet dan masuk search engine.
Meskipun, Sony Arianto Kurniawan sebagai
pengelola Sony-AK.com telah memberikan jawaban atas keberatan Sony Corp
terhadap penggunaan nama domain Sony-AK.com, tetapi masih perlu dibarengi
dengan menjelaskan dalam situs Sony-AK.com mengenai bagaimana keterkaitannya
dengan Sony Corp agar pengunjung tidak memiliki persepsi yang keliru. Pengelola
Sony-AK.com telah menjelaskan dalam situsnya bahwa situs tersebut merupakan
personal blog saja yang berkaitan dengan nama pengelolanya “Sony Arianto
Kurniawan”, dan keberadaan Sony-AK.com tidak memiliki hubungan atau afiliasi
dengan Sony Corp (ditampilkan pada halaman depan situs). Pernyataan tersebut
sudah cukup menerangkan persoalan kemiripan antara Sony-AK.com dengan merek
“Sony”, dan penggunaan situs tersebut.
Pihak Sony Corp sepatutnya memberikan
apresiasi dan tanggapan yang positif atas itikad baik dari Sony Arianto
Kurniawan untuk menjawab somasi dan menjelaskan dalam situsnya. Pihak Sony Corp
sepatutnya memandang masalah ini sudah selesai dan Sony Arianto Kurniawan tidak
perlu menghentikan penggunaan nama domain “Sony-AK.com”, karena memang tidak
memiliki hubungan atau afiliasi dengan Sony Corp. Content dari situs Sony-AK.com
tidak mempengaruhi pencitraan merek "Sony".
http://ronny-hukum.blogspot.com/2012/06/pelaku-dan-peristiwa-dalam-kasus.html
Andi: Kasus Sedot Pulsa Lebih Tepat Dibawa ke Perdata
Jakarta, 6/5 (ANTARA)
Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Dr. Andi M. Hamzah menilai,
Mabes Polri yang saat ini sedang menangani masalah kasus sedot pulsa, lebih
diarahkan kepada kasus hukum perdata, karena yang dirugikan adalah masyarakat
pengguna seluler yang tertipu promosi.
"Jika
masalah itu ke ranah Pidana, orang ataupun pihak-pihak yang selama ini merasa
dirugikan karena penyedotan pulsa itu tidak akan pernah mendapat ganti rugi
atas kerugian yang dideritanya," ujar Andi, kepada pers di Jakarta, Minggu
pekan lalu.
Andi alumnus
FH Universitas Unhas ini dimintai komentarnya terkait adanya keinginan pelaku
penyedotan pulsa akan dibawa ke ranah pidana.
Dikatakan,
kalau dibawa ke ranah Perdata, pihak yang menderita kerugian akibat ulah
perusahaan content provider bisa mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang
dideritanya, sementara jika dimasukkan ke unsur pidana, pelaksanaanya akan
kurang optimal karena sebagian besar masyarakat curiga bahwa jika dibawa ke
ranah pidana hukumannya tidak akan optimal.
Polri dalam
kasus itu, kata Andi, akan menerapkan beberapa pasal KUHP dan Pasal dalam UU No
11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi elektronik/ITE dan UU No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Pada ketentuan
umum UU soal konsumen, menyangkut promosi disebutkan, Promosi adalah kegiatan
pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk
menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang
diperdagangkan. "Kasus sedot pulsa awalnya, mempromosikan sesuatu barang
dengan janji tertentu. Itu sebagai ranah UU Perlindungan konsumen," tegas
Andi.
Oleh karena
itu, kata Andi, sebaiknya para korban pelaku sedot pulsa jangan hanya menunggu
poses pidananya saja. "Lakukan juga gugatan perdata ke si pelaku tersebut
dengan menyertakan beberapa pasal di dalam UU No 8/2008 tentang perlindungan
konsumen itu. Karena dengan begitu nantinya si Korban juga bisa
mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Salah satu Pasal 60 UU
Perlindungan Konsumen, menyangkut sanksi Administratif, disebutkan, Badan
penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar soal promosi dan lainnya, dapat dikenakan
berupa penetapan ganti rugi. "Nah kerugian atau denda itu harus diberikan
kepada pihak korban," katanya.
Para korban harus terimakasih kepada Polri yang sudah menangkap, tinggal mengajukan saja gugatannya. "Tuntut saja ke pelakunya, jika perlu ke perusahannya," katanya.
Ia mengatakan, tuntutan ke perusahaan content providernya pun bisa sepanjang terdapat bukti-bukti yang cukup. Dan apa alat yang dapat dijadikan bukti oleh korban itu tidak bisa disamaratakan, karena para korban nantinya yang akan mengetahui bukti apa yang sekiranya dapat digunakan untuk membuktikan dirinya telah dirugikan atau telah disedot pulsanya.
Para korban harus terimakasih kepada Polri yang sudah menangkap, tinggal mengajukan saja gugatannya. "Tuntut saja ke pelakunya, jika perlu ke perusahannya," katanya.
Ia mengatakan, tuntutan ke perusahaan content providernya pun bisa sepanjang terdapat bukti-bukti yang cukup. Dan apa alat yang dapat dijadikan bukti oleh korban itu tidak bisa disamaratakan, karena para korban nantinya yang akan mengetahui bukti apa yang sekiranya dapat digunakan untuk membuktikan dirinya telah dirugikan atau telah disedot pulsanya.
"Jadi
buktinya itu pasti akan beda-beda setiap korban yang satu dengan yang lainnya.
Atau dalam istilah lain tidak ada sebuah persamaan untuk membuktikan kerugian
yang diderita korban yang satu dengan yang lain. Dan hal seperti itu saya tahu
sudah pernah dilakukan oleh orang lain di luar kasus sedot pulsa. Sedang
terkait rumors kasus ini dipolitisir, saya kurang begitu yakin benar atau
tidaknya, tapi yang pasti setiap masyarakat berhak mengajukan gugatan perdata
langsung tanpa harus menunggu proses hukum pidana yang sedang dijalankan pihak
kepolisian," imbuhnya.
Sebelumnya,
diberitakan, modus yang sering digunakan para pelaku penipuan sedot pulsa
diduga bekerja sama dengan para pemilik konter ponsel. Pasalnya, para pelaku
ini cenderung hanya ingin menyedot pulsa untuk kemudian dijual kembali. Cara
atau modus yang dilakukan pun beragam, mulai dari mengirim pesan singkat
melalui nomor biasa atau melalui jasa pelayanan SMS premium atau konten.
"Besar
kemungkinan dengan cara menyedot pulsa seperti itu mereka kerja sama dengan
konter ponsel. Selama penelusuran kami, setelah mereka menipu, pulsa yang
didapat dijual kembali ke penjual pulsa," ungkap Kasubdit Cyber Crime
Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hermawan.
Dia
melanjutkan, modus penipuan yang mampu menyedot pulsa korban itu dilakukan
dengan cara mengirimkan pesan singkat melalui nomor GSM atau CDMA secara acak.
Isi pesan singkat itu biasanya bertuliskan pengumuman pemenang dengan hadiah
tertentu.
"Tetapi,
untuk dapat hadiah itu dia harus klik misalnya *123 dan seterusnya. Kalau dia
klik itu, korban pasti kaget pulsanya tiba-tiba berkurang banyak,"
katanya.
Senada dengan
Andi, Sekretaris lembaga Bantuan Hukum Universitas Sahid Mohamad Yusuf
mengatakan, jika kasus sedot pulsa dibawa ke ranah pidana, agak sulit membuktikan
siapa pelaku sesungguhnya, apakah orang per orang ataukah suatu kebijakan
perusahaan content provider. "Ini yang nampaknya sedang dilakukan
penyidikan oleh polisi," katanya.
Namun
demikian, Muhamad menilai akan lebih tepat jika masalah itu diajukan gugatan
perdata oleh para korban, sehingga akan dapat penggantian atas kerugian yang
dideritanya, seranya menambahkan, pada Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen
menyebutkan, terdapat denda tambahan, yakni perampasan barang tertentu,
pembayaran ganti rugi sampai pada pencabutan ijin usaha.
No comments:
Post a Comment